Tuesday, 3 December 2024

Surat buat Mumu

Kepada MM yang Hmmm...


Bogor, 2 Desember 2024


besar kemungkinan aku benci fakta bahwa kau begitu aku. ini bukan cuma soal kesamaan selera humor atau betapa aku menyukai nasi daun jeruk—begitu pula kau. similaritasnya kuterka lebih palung dari soal-soal dangkal semacam itu. ada perasaan cukup aneh bahwa aku seperti telah mengenalmu setidaknya minimal lima kali reinkarnasi. & semua benang merah yang coba kusimpulkan ini mengarah pada dugaan membagongkan bahwa pertemuan kita kali ini nampak seperti terik matahari pagi memancari sepasang bangkai hyena yang telah mampus hipotermia semenjak dini hari. tertambat tapi barangkali terlambat. itulah mengapa lagu Sober to Death - Car Seat Headrest begitu relevan:


...

you know that good lives make bad stories

you can text me

when punching mattresses gets old

don't think it'll always be this way

not comforted by anything i say

we were wrecks before we crashed into each other


such a good idea

if it turns you on

we have breakdowns (oh, oh, oh)

& sometimes we don't have breakdowns (no, no, no)

i wanna hear you going psycho

if you're going psycho i wanna hear

every conversation just ends with you screaming

not even words, just ah, ah-ah, ah, ahh

...


oh ya, tentu kau bisa membaca ada kesal setinggi gedung swiss-belhotel di raut wajahku. tentang mengapa aku mesti menghabiskan waktu hampir dua puluh lima tahun hanya untuk menemukanmu. seseorang yang punya kewarasan sedikit saja mestilah sepakat bahwa seperempat hidup relatifnya manusia adalah waktu yang amat panjang. banyak yang telah kita lalui. pahit kekalahan, legit kemenangan. kecut air mata, manis tawa bahagia. dari yang porsi jumbo sampai sebesar biji sesawi. tapi mungkin inilah inti dari semua kuliah Eksistensialisme: bahwa sebelum mengukir makna di atas hampa, hidup adalah soal merasai & mengalami beragam warna, bebauan, rasa, kontur, & bebunyian yang ada.


di sisi lain, soal benci, kau mungkin benci fakta bahwa aku terlalu piawai brengseknya menelanjangi pikiran-perasaanmu (meski dalam kondisi-kondisi tertentu, aku hanya berdiam diri & kau dengan senang hati melucuti pikiran-perasaanmu sendiri). 


kau mungkin tahu bahwa secara psikologi sebenarnya tak ada yang betul-betul bisa kita sembunyikan. terlepas dari kebenaran tafsiran, segala sesuatu dapat dibaca & diterjemahkan. kebetulan pula aku tidak terlalu suka membaca kata-kata yang terlontar dari mulutmu. aku lebih suka membaca gestur & bahasa tubuhmu. & itulah mengapa kau benci mendengar hasil tafsiranku yang jarang meleset—lalu tanpa tedeng aling-aling meminta jarak sebab menurutmu aku terlalu dekat. & kau membenci itu. i wish we could've met as kids, & you would love my innocence...


sebelum terlalu Anyer-Panarukan, aku ingin sebentar saja kesurupan Dostoevsky dalam The Brothers Karamazov & bilang satu hal: maafkan, maafkan aku, maafkan cintaku yang mengganggu kedamaianmu. 


& seperti yang diduga pemirsa, bukan lagu-lagu Beach House atau nuansa film-film Wong-Kar wai yang menyatukan kita berdua—tapi benci. selain the will to power, aku lumayan curiga kebencian adalah energi kuat yang menggerakan dunia ini. & mungkin ia lebih gigan dari cinta. tapi semoga saja tidak. amin.


kembali soal benci, aku juga benci fakta bahwa gelap adalah narkoba golongan satu yang cenderung membikin pengidapnya benci cahaya. gelap di sini, bisa kita artikan sebagai pesimisme akut terhadap sesuatu. sebagai manusia, aku pun pernah gelap. & mungkin masih gelap. tapi kegelapan itu hilang menuju entah ketika aku memandangi hitam pupil matamu selama lebih dari tujuh menit. meski sayangnya gelap di pupil matamu masih bertahan. & aku semakin benci ketika menyadari bahwa aku menemukan pemakaman seratus tuhan di sepasang matamu itu. tuhan-tuhan itu tidak mati tanpa alasan. ia benar-benar mati sebab pernah begitu hidup & dipercayakan sebagai tumpuan atau sandaran sewaktu kau terlampau lelah di masa lampau. 


kalau boleh jujur, aku juga benci bahwa kau habis-habisan mencari cara agar aku begitu membencimu (dalam konotasi negatif). sebuah upaya yang, menurutku, sia-sia. sebab sesuatu dengan lima huruf dalam bahasa Indonesia & empat huruf dalam bahasa Inggris pada hatiku ini begitu besar sampai-sampai menihilkan semua benci—sehingga konsekuensi logisnya adalah ia menjadi selfless love (ya terdengar sangat The Strokes). sebuah rasa yang tak mengenal ego. bicara benci adalah bicara ego, bukan?


bagian paling sintingnya, misalkan kau pernah terpikir untuk mencoba menusuk dada sebelah kiriku menggunakan pisau dapur atau pedang excalibur sekalipun, aku sepertinya tidak akan menangkisnya. justru aku bakal membantumu untuk membenamkannya lebih dalam. omong-omong, paragraf ini kupinjam dari salah satu bagian dari surat Kafka kepada Milena. ruang penciptaan (tulisan, lukisan, musik, & sebagainya) selain memengaruhi-dipengaruhi adalah ruang meminjam-dipinjam.


terakhir, ketika kau (seperti biasa, secara acak bin tiba-tiba) bertanya, “wangi apa yang paling kamu sukai?” & aku menjawab “wangi nafasmu setelah mengisap rokok la ice!”—aku sedang tidak flirting. kau mungkin lupa, aku punya gelar magister penciuman. ribuan bebauan telah kuteliti 5W & 1H-nya. aku jawab begitu, sebab aku menangkap nafas puitis yang menolak habis. dari bebauan unik itu kutemukan Phoenix yang menolak padam & jadi abu. kurasa, melanjutkan hidup pun adalah sebuah seni. lebih-lebih mencoba terbang tinggi kembali setelah berkali terhempas jatuh tentulah sebuah seni tingkat tinggi. secara personal, aku percaya bahwa terus mencoba adalah sebuah seni. setidaknya seni dalam artian tak semua bisa apalagi piawai melakukannya. percayalah, bahkan di galeri yang dipenuhi lukisan-lukisan artsy, aku akan tetap memilih untuk memandangimu.


sebelum ditutup, agaknya perlu digarisbawahi bahwa aku tidak menyayangimu sebab aku menemukan seribu aku di dalam dirimu. atau dengan kata lain, self love. jenis empat huruf yang egoistik seperti disoal Pessoa dalam The Book of Disquiet. tidak. aku menyayangimu, juga boleh jadi sebab kita seperti sepasang tidak asing yang saling menambal lubang-lubang kemalangan masing-masing. dua astronot yang saling bahu membahu membetulkan tabung oksigen masing-masing ketika sesuatu yang buruk terjadi di luar rencana. perhaps two beautiful souls are shaped & smelted by the same ugly experiences. entahlah, hanya Sumedang yang tahu.


satu lagi, sumpah satu lagi, aku bersumpah akan menghilangkan atau minimal mengurangi kesoktahuanku tentang bagaimana pikiran-perasaanmu yang kutelanjangi.


you wanted to be seen

i wanted to cry

my fingers on your skin

your soft lips on my closed eyes


only the sun has come

this close

only the sun


we're alchemists

i touched you like you're

a temple i asked god for

you kissed my soul's window

magicallly my tears become meadow

grow a poetry, a pray

& waterlily from blood mud


we teach the sun a tender way

to say those three words.


Sincerely,

Gerry