Thursday, 27 March 2025

Dua Puluh Lima

bayangkan... kau sedang memacu pelan kuda besimu di lajur kiri untuk mengawal motor kawanmu yang disetut oleh kawanmu yang lain sebab kehabisan bensin kemudian di depanmu nampak mobil bak menderek mobil bak lain pakai tali tambang pada tanjakan cukup curam—& seperti yang bisa diharapkan logika—talinya pegat lalu mobil bak yang diderek tersebut remnya blong, mundur keos ke belakang, menghantam motor kawanmu, sehingga motornya oleng lantas menabrak motormu & knalpot motor kawanmu yang panas juga keras hampir mematahkan anklemu. 


alur di atas bukanlah alur templat dalam film Final Destination. namun kejadian absurd tujuh hari sebelum hari ulang tahunku yang ke dua puluh lima. tapi keabsurdan tidak berhenti sampai di situ: ketika kumintai tanggung jawab perihal bagaimana nasib kakiku yang nyeri kepada sopir mobil bak itu, aku menyadari sesuatu, kaki kanan sopir itu buntung.


& begitulah hidup membawaku pada umur seperempat abad: semua serba aneh, penuh komedi gelap, sulit dimengerti. 


****


hari ini, aku terbangun dengan perasaan bahwa sekarang aku berdiri di ambang jurang: terlalu muda untuk bijak tapi juga terlalu tua untuk tolol. 


jam dinding masih berdetak dengan irama yang sedikit mencurigakan. sebuah amplop tanpa nama tergeletak di bawah pintu. aku membukanya dengan hati-hati. namun, isinya hanyalah selembar kertas kosong. aku tersenyum kecil. sampai detik ini, aku tak yakin apakah aku punya hak untuk mengeluh. jadi aku hanya tersenyum kecil, seperti seseorang yang baru saja diskakmat dalam permainan catur melawan dirinya sendiri. 


di hadapan kebingungan, barangkali memang tak ada yang bisa dilakukan selain menertawakan diri sendiri. kata seseorang dalam diriku, seperempat abad adalah kapak tumpul yang menari-nari di atas urat nadi. perpaduan antara harapan yang tertunda & kesialan yang terlalu akrab.


aku membikin secangkir kopi yang terasa pahit, tapi tidak cukup pahit untuk memicu emosi. saat aku duduk, ponselku bergetar. sebuah pesan singkat dari kawan lamaku, “selamat ulang tahun! semoga hidup lembut kepadamu.”


aku membalas dengan tiga buah emotikon jempol, merasa bahwa itu cukup mewakili eksistensiku saat ini.


di luar, dunia berjalan seperti biasa. orang-orang tampak sibuk dengan urusan yang tampaknya mendesak, meskipun aku curiga banyak dari mereka juga sedang berpura-pura mengerti apa yang sebenarnya terjadi.


di sini, aku bercermin. “jatuhmu tak pernah indah tapi keras kepalamulah,” kataku pelan pada pantulan itu. lingkaran hitam di bawah matanya masih menandai malam-malam panjang. & pening-pening yang tak kunjung hilang di batoknya, pada gilirannya, jadi semacam kerutan kecil di kening.


& untuk sesaat, aku merasa bayanganku tersenyum. atau mungkin hanya ilusi optik. 


tapi di tengah pertanyaan tidak penting itu, aku menambahkan satu sendok makan gula pasir pada kopiku & menyadari dua hal yang pasti: setidaknya gula masih manis & aku belum habis.

Friday, 31 January 2025

Surat untuk Ma Chérie II

Kepada RP yang... Arghhhhhhhhh

Bogor, 30 Januari 2025


besar kemungkinan ini akan terdengar sangat Kafka-Milena tapi peduli setan... aku tak peduli. kuharap besok dunia kiamat, sehingga aku tak lagi merasa punya waktu. lalu aku tanpa ragu, tanpa basa-basi, naik kereta, & tiba di depan pintu rumahmu di Cheribon, seraya bilang: “ikutlah denganku, sayang. hidup ini singkat; haruskah kita berharap lebih kepada waktu? sewaktu kita berbicara lewat sambungan telepon, waktu yang cemburu telah surut & pergi: carpe diem! rampaslah hari ini, & taruh rasa percaya yang sedikit pada esok hari. ikutlah denganku, sayang. & lupakan idemu tentang bagaimana kita akan kerja bakti mendorong lempeng bumi. mari tinggalkan sarang biawak ini. ikutlah denganku, sayang. kita akan memangkas jarak, menekuk waktu. sambil meludahi jarak, & mengutuk waktu. kita akan saling mencintai tanpa kalut, tanpa keraguan, tanpa rasa takut, & tanpa kecemasan. sehingga kau tak lagi mesti bertanya, seberapa rindu gigiku kepada kulitmu. & aku tak mesti menjawab pertanyaan redundan yang sudah jelas jawabannya seperti apakah aku mencintaimu atau tidak. sebab besok dunia kiamat. & aku barangkali akan terlalu sibuk memeluk-menciumimu sampai dipisahkan meteor & lengking sangkakala merusak gendang telingaku. maka ikutlah denganku, sayang. mari menari di atas hari kematian waktu.” masalah bermula ketika kita merasa punya waktu, atau harus memperhitungkan waktu. tetapi bagaimana jika kita tidak punya waktu? atau bagaimana jika waktu adalah entitas tengil-bajingan yang tidak berpihak kepada kita? jauh di lubuk hati, tuhan tahu seberapa muak aku mendengar suaramu melalui panggilan suara. & jauh di ujung langit, tuhan pun bosan mendengar ‘bangsat’ yang kuucap bertubi. kuharap besok dunia ini kiamat, sehingga kita bisa saling memeluk satu sama lain erat-erat. hangat. dekat. tanpa sekat.


Sincerely,

Gerry

Wednesday, 8 January 2025

Surat untuk Ma Chérie

Kepada RP yang ....

Bogor, 5 Januari 2025


you could be my unintended

choice to live my life extended

you could be the one i'll always love


you could be the one who listens

to my deepest inquisitions

you could be the one i'll always love...

sejak bertahun-tahun yang lalu, aku sudah curiga kalau aku mengidap sapioseksual. bukan. artinya bukan aku turn on ketika melihat sapi. oh sapi! oh sapi! bukan. & tentu, kau cukup pandai untuk memahami bahwa sapioseksual adalah istilah untuk membahasakan ketertarikan romantik terhadap seseorang berdasarkan kecerdasan & isi pikirannya. & barangkali itulah salah seribu aku menyukaimu, selain sebab kau—katakanlah—begitu kyut, gorjes, menggemaskan, matang secara emosional, atau punya suara yang begitu krispi serta terasa umami.


aku suka bagaimana kau mengaransemen argumen, memilah kata, memilih kalimat. kupikir-pikir hampir selalu logis & akurat. & di setiap perbincangan kita di telepon, selalu ada semacam orgasme intelektual yang kurasakan. sebuah orgasme yang meningkatkan rasa ingin hidup seminimalnya lima kali reinkarnasi lagi. you are so damn good that i would love to destroy my body at the gym to build a greek god's body you can only touch, work my ass off to sell my soul in capitalism, immerse my useless idealism to fuckin burial, & detrimental the state for corrupting three hundred trillion then jailed for six half years.


di sisi yang lain, aku cukup mengerti bahwa ketika aku mencintai sinar bulan, maka aku juga mesti mencintai sisi gelapnya. aku maklum & mahfum bahwa beautiful soul are shaped by ugly experience. aku cukup mengerti sisi gelap di balik kau begitu cinta membaca adalah sebab ketidaan seeorang yang memahami. kau piawai menulis sebab menyadari ketiadaan seseorang yang mendengarkan. & kau gemar melukis sebab tiada yang melihat-mengamati.


tapi sayangku, ma chérie, bukankah setiap orang pada dasarnya mengantongi trauma masa lalu di saku mereka? buka matamu, sayangku, & lihatlah sekeliling kita: anger issue membentuk atlet, parent issue membentuk guru, obsessive compulsive disorder membentuk arsitek, identity issue membentuk aktor, perfectionism membentuk desainer, emotional issue membentuk psikolog, validation issue membentuk influenser, ethical issue membentuk pengacara, money issue membentuk akuntan, health issue membentuk dokter, control issue membentuk polisi, & seterusnya & seterusnya.


lalu, apa yang kau takuti? apa yang kau risaukan? aku telah jatuh cinta dua kali. pertama ketika mencintai kelebihan-kelebihanmu, kedua ketika mencintai kekurangan-kekuranganmu. i always find perfection in imperfection. aku memang mencintai kerlip bintang, tapi lengkap dengan langit gelap di sekelilingnya.


Sincerely,

Gerry